Depresi pada kasus neurologi


Depresi merupakan kasus yang sering terjadi pada pasien neurolog.
Manifestasi klinis dapat berupa sebuah gejala saja atau merupakan suatu sindroma yang kompleks.
Perubahan mood pada depresi berupa rasa sedih dan anhedonia menunjukkan keterlibatan sistem limbik pada kasus depresi.
Pasien depresi juga merasa tanpa harapan, hopeless (menunjukkan peran korteks prefrontal) hingga keinginan bunuh diri.
Perubahan neurovegetatif menunjukkan peran hipotalamus seperti gangguan pengecapan, tidur, libido dan perubahan mood sesuai variasi diurnal.
Perubahan motorik juga dapat terjadi pada kasus depresi, berupa perubahan gesture, lamban dalam berjalan, hingga katatonia yang menunjukkan peran basal ganglia.
Secara umum depresi pada kasus neurologik menunjukkan peran utama daerah frontal otak (korteks orbitofrontal dan dorsolateral prefrontal), temporal (anterior dan paralimbik) dan basal ganglia.
Lesi otak sebelah kiri disebutkan juga lebih sering menimbulkan depresi dibanding lesi pada otak kanan.
Pada pasien apathy, sering disalahartikan dengan depresi. Begitu pula pasien dengan parkinsonism, pseudobulbar palsy, dan lesi-lesi lain yang menimbulkan paresis wajah akan terlihat seperti depresi.
Pada kasus epilepsi, prevalence depresi sekitar 6-30 %.
Depresi pada epilepsi berkaitan dengan penurunan kualitas hidup pasien dan meningkatkan angka bunuh diri (5-10 kali lebih banyak dibanding populasi umum).
Depresi bisa terjadi pada ictal dan interictal. Pada ictal, depresi bisa diartikan berupa “aura” berupa rasa anhedonia, hingga keinginan bunuh diri.
 Diagnosis depresi dapat mengunakan kriteria dari DSM-IV yaitu: MDD (Major Depressive Disorder), dysthymic disorder, dan depressive disorder not otherwise specified (NOS).
Lini pertama terapi depresi pada kasus-kasus neurologik adalah SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitor) karena keamanan, tolerability, dan efikasinya (terutama sertraline pada Alzheimer).
SNRI (Serotonin Norepinephrine Reuptake Inhibitor) dapat sebagai alternatif kedua.
Tricyclic antidepressant juga efektif namun perlu perhatian khusus pada pasien usia tua.
 Jika depresi sudah berkurang, antidepresan dapat dilanjutkan 3-6 bulan dan secara gradual diturunkan.
Jika pasien dengan depresi berat, terapi electroconvulsive dan transcranial magnetic stimulation mungkin berguna (terutama pada kasus Parkinson).
Electroconvulsive dihindari pada pasien dengan peningkatan tekanan intrakranial, nyeri kepala dan defisit neurologik fokal.    

Neurology and clinical neuroscience (2007)
Psychiatry for neurologist (2006)

Komentar

Postingan Populer