Stroke dunia, Indonesia dan antikoagulan
-->
Penyakit
serebrovaskular menempati peringkat kedua sebagai penyebab kematian di seluruh
dunia. Kematian dalam 1 tahun pertama setelah serangan stroke sekitar 20 %. Setiap
tahun, di Amerika Serikat 795.000 orang
mengalami stroke. Sekitar 610.000 orang
mengalami stroke pertama dan 185.00 orang mengalami stroke berulang. Di negara
barat, jumlah penderita stroke iskemik sekitar 80-85 % dari seluruh penderita stroke. Namun di
Asia, jumlah penderita stroke
iskemik dibanding stroke perdarahan mencapai 2:1 hingga 3:1. Data review sistematik insidens
stroke global menunjukkan perbedaan antara negara berkembang (mengalami
penurunan 42%) dengan negara sedang berkembang (mengalami peningkatan 100%)
selama 4 dekade terakhir
Insidens stroke dan
mortalitasnya semakin
meningkat, seiring
modernisasi dan meningkatnya angka
harapan hidup. Di seluruh dunia, 15 juta manusia menderita stroke setiap
tahunnya. Sekitar lima juta orang meninggal dunia dan
5 juta lainnya mengalami
kecacatan akibat stroke.
Diperkirakan pada tahun 2020,
mortalitas stroke meningkat dua kali lipat sebagai akibat dari peningkatan populasi usia lanjut dan peningkatan jumlah pengguna rokok. Dari 60% seluruh penderita
stroke adalah penduduk di negara
miskin dan negara yang sedang berkembang
Laporan RISKESDAS 2007 Departemen
Kesehatan Republik Indonesia yang dirilis tahun 2008, menyebutkan stroke
sebagai penyebab utama kematian di Indonesia, yaitu 22,5% pada pria dan 20,5%
pada wanita kelompok usia 55-64 tahun. Sedang pada kelompok usia diatas 65
tahun, 20,9% pada pria dan 24,4% pada wanita. Laporan tersebut juga menyebutkan
bahwa di Indonesia stroke menduduki peringkat pertama penyakit tidak menular
pada semua umur (26,9%), diikuti hipertensi (12,3%), diabetes melitus (10,2%),
tumor ganas (10,2%), dan penyakit jantung iskemik
(9,3%)
Beberapa
faktor risiko yang dapat mempermudah terjadinya serangan stroke, misalnya usia
tua, jenis kelamin (laki-laki), faktor
herediter (familial), ras (etnik), memang tidak bisa diubah. Sedangkan faktor
risiko lainnya mungkin bisa diubah. Salah
satu faktor risiko yang dapat dirubah dan well-documented
adalah Fibrilasi Atrial (FA). FA meningkatkan risiko stroke hingga 5 kali lipat,
menyumbang 15% dari stroke, meningkat sesuai usia dan membutuhkan biaya besar. Di Amerika Serikat biaya untuk penanganan
Fibrilasi Atrial adalah 66 miliar dollar per tahun .
Stroke
kardioembolik dengan jumlah sekitar 1/5 dari stroke iskemik, dan kasusnya
semakin meningkat seiring bertambah usia. Stroke
kardioembolik merupakan subtipe
stroke dengan prognosis buruk yang dapat menimbulkan
kematian dan menimbulkan ketergantungan fungsional yang tinggi pada
pasien. Selain itu, Stroke kardioembolik juga menyebabkan terjadinya
peningkatan kasus transformasi perdarahan intraserebral pada stroke. Dalam banyak kasus, terulangnya stroke kardioembolik juga dapat dicegah dengan antikoagulan oral
Heparin, warfarin dan beberapa obat antikoagulan jenis baru
sedang
dikempangkan. Obat-obatan tersebut bekerja lebih
spesifik pada tahap koagulasi tertentu. Misalnya Faktor
Xa inhibitor, termasuk di dalamnya inhibitor indirek seperti
idraparinux dan biotinilasi idraparinux yang menghambat faktor Xa melalui
potensiasi antitrombin. Obat-obatan baru lain seperti dabigatran sebagai inhibitor thrombin langsung dan obat-obatan inhibitor langsung faktor Xa (rivaroxaban, apixaban, edoxaban, dan betrixaban).
Ximelagatran menunjukkan efikasi yang sama dengan warfarin namun dianggap gagal
karena toksik pada liver
Komentar